Breaking News

Jembatan yang Menunggu Fajar: Cerita Pagi, Sawah Basah, dan Kepedulian Polres Soppeng di Lakellu


Keterangan Gambar:

Petugas kesehatan Polres Soppeng sedang memeriksa tekanan darah seorang warga di bawah tenda lapangan di tengah hamparan sawah Desa Watu. Layanan kesehatan ini menjadi bagian dari dukungan kemanusiaan bagi pembangunan Jembatan Lakellu yang melibatkan aparat dan masyarakat.


Laporan : Ahmad Syukur

Editor : Alimuddin


SOPPENG, SULSEL - Sebelum matahari menembus celah-celah dedaunan besar di tepian Desa Watu, pagi telah lebih dulu menaburkan aroma hangat pada tanah yang basah. Embun menggantung pada ujung-ujung daun padi, seperti butir cerita yang menunggu untuk dituliskan. Di antara desir angin yang membawa wangi lumpur dan rumput, seseorang menyusuri pematang dengan langkah perlahan. Itulah awal dari sebuah hari yang kelak diingat sebagai hari ketika kesehatan, kerja keras, dan kemanusiaan menyatu dalam satu lanskap bernama Lakellu.


Desa yang Menyimpan Luka Sungai

Bagi warga Watu, sungai yang membelah desa adalah sahabat sekaligus penghalang. Di musim kemarau, airnya jinak, sering menjadi tempat anak-anak mencari ikan dengan jaring sederhana. Tapi di musim hujan, sungai itu berubah menjadi arus yang gelap dan ganas—menghalangi langkah, menunda perjalanan, bahkan pernah merenggut upaya.

Maka ketika rencana pembangunan Jembatan Lakellu diumumkan, desa ini seperti menarik napas panjang setelah bertahun-tahun menahan letih.

“Kalau jembatan sudah jadi,” kata seorang petani tua suatu hari, “anak-anakku tak perlu lagi menyeberang sungai sambil memeluk tas sekolahnya.”

Kalimat itu sederhana, tapi di dalamnya terkandung kesedihan masa lalu dan harapan masa depan.

Dan pagi itu, harapan itu sedang dibangun—bata demi bata, semen demi semen, tenaga demi tenaga.


Pagi yang Tidak Biasa

Biasanya, sawah hanya dipenuhi para petani dan suara serangga. Tapi pagi itu berbeda. Di tepian sawah, berdiri sebuah tenda bertuliskan Bumdes Dewa Utama. Di bawahnya, tidak hanya ada pekerja swadaya atau warga yang gotong-royong membangun jembatan. Ada pula aparat Brimob, Babinsa, dan yang paling mencolok: tim kesehatan dari Si Dokkes Polres Soppeng.

Mereka datang bukan membawa senjata, tetapi membawa tensimeter, vitamin, dan tatapan mata yang mengandung ketulusan.

Seolah desa kecil ini sedang menerima kunjungan dari keluarga jauh yang datang membawa kabar baik.


Ketika Seragam Abu-Abu Menjadi Penjaga Nafas

Seorang petugas polisi menunduk, mengencangkan manset tensimeter pada lengan seorang perempuan berkerudung coklat. Tangannya cekatan, tapi gerakannya lembut; seperti seseorang yang terbiasa merawat.

Perempuan itu duduk diam. Jemari tangannya memainkan ujung kerudungnya, tapi sorot matanya mengungkapkan hal lain: rasa lega yang pelan-pelan tumbuh. Kesehatan, baginya, adalah barang berharga yang jarang ia dapat dengan mudah.

Di sisi lain, seorang anggota polisi berdiri memerhatikan. Tidak ada yang tergesa—tidak ada yang bersikap seperti aparat negara. Yang tertinggal hanyalah kesan manusia yang sedang menjaga manusia lain.

Kasidokkes Polres Soppeng berkata tanpa mengangkat suara,

“Kami tidak ingin ada yang tumbang. Pembangunan butuh tenaga yang sehat. Kami datang untuk memastikan itu.”

Kalimatnya jatuh seperti hujan yang tiba-tiba datang setelah kemarau panjang—menyegarkan.


Cerita yang Hidup di Antara Lumpur

Di sekitar tenda, kehidupan bergerak dengan ritme yang berbeda pagi itu. Ada pekerja yang duduk di kursi plastik sambil meminjam jaket rekannya untuk menutup punggungnya yang basah. Ada bapak-bapak yang sambil menunggu pemeriksaan memperbaiki tali sepatu bot, dan ada anak-anak desa yang sembunyi-sembunyi mengintip dari balik rumpun pisang.

Ada pula seorang nenek berkerudung abu-abu, duduk di bale-bale bambu, yang berbisik kepada tetangganya,

“Dulu, tidak pernah ada polisi datang ke sawah untuk memeriksa orang seperti kita.”

Kalimat itu menggantung di udara.
Bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai bentuk kekaguman yang tidak terucapkan.


Kapolres dan Jembatan Tak Terlihat

Ketika ditanya tentang alasan Polres Soppeng hadir begitu lengkap di lokasi pembangunan, Kapolres AKBP Aditya Pradana, S.I.K., M.I.K., menjawab dengan cara yang tidak birokratis.

“Kami ingin hadir untuk memastikan semuanya berjalan baik. Kami ingin membangun jembatan yang lain—jembatan kepercayaan.”

Kalimat itu terasa seperti inti dari semua yang terjadi hari itu.

Karena sesungguhnya, jembatan yang paling sulit dibangun bukanlah yang melintasi sungai,
melainkan yang menghubungkan hati masyarakat dan aparat.

Dan pagi itu, jembatan itu sedang dibangun dengan cara yang paling tenang dan paling manusiawi.


Dokumenter Tak Tertulis dari Lapangan

Desa Watu menyimpan kisahnya sendiri.

Sebuah kisah yang tidak terekam kamera—hanya hidup di mata orang-orang yang hadir:
• angin yang meniupkan bau tanah basah,
• suara jauh dari sungai yang mengalirkan masa lalu,
• seorang Brimob muda yang berlutut untuk memeriksa suhu tubuh warga,
• tenda kecil yang menjadi ruang kesehatan dadakan,
• dan secangkir kopi hitam yang ditawarkan seorang ibu desa kepada polisi dengan senyum penuh terima kasih.

Ini bukan adegan film.
Ini kenyataan yang indah, lahir dari perpaduan kerja keras dan ketulusan.


Menutup Hari dengan Cahaya dan Keyakinan

Ketika matahari perlahan bergeser menuju barat, bayangan pohon memanjang seperti garis waktu. Pemeriksaan kesehatan telah selesai, para pekerja kembali ke tugas masing-masing, dan tim Si Dokkes membereskan peralatan mereka.

Namun, bukan pemeriksaan yang tersisa dalam ingatan.
Yang tertinggal adalah perasaan besar yang sulit diungkapkan: perasaan bahwa hari itu bukan hanya tentang membangun jembatan fisik, tetapi tentang merawat harapan, menguatkan kebersamaan, dan membuktikan bahwa kepedulian masih hidup di dunia yang sering tergesa-gesa ini.

Dan ketika malam nanti turun perlahan, sawah kembali sunyi.
Namun jejak hari itu akan tetap tinggal—di tanah, di hati, dan di jembatan yang kelak berdiri tegak sebagai saksi bahwa Lakellu pernah menerima kunjungan kasih dari mereka yang peduli. (Sumber: Humas Polres Soppeng) 




Tidak ada komentar