Breaking News

Menelusuri Jejak Depati Abdul Majid: Finalis Putera Prestasi Indonesia 2025 Menyapa Warisan Sejarah Banyuasin



Keterangan gambar:

Finalis Putera Prestasi Indonesia 2025 asal Sumatera Selatan, Rama Doni (tengah, mengenakan pakaian adat), berfoto bersama edukator dan kurator dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Banyuasin di depan Rumah Bari Depati Abdul Majid, rumah adat bersejarah peninggalan marga Pangkalan Balai yang berdiri sejak tahun 1901. Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya mengenalkan dan melestarikan warisan budaya lokal Banyuasin


PANGKALAN BALAI — Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, langkah seorang finalis Putera Prestasi Indonesia 2025 asal Sumatera Selatan, Rama Doni, terasa begitu berbeda. Alih-alih sibuk di panggung gemerlap, ia memilih menapaki lantai kayu berusia lebih dari seabad di Rumah Bari Depati Abdul Majid, rumah adat bersejarah yang berdiri kokoh sejak tahun 1901 di jantung Kota Pangkalan Balai, Kabupaten Banyuasin.

Kunjungan budaya ini bukan sekadar wisata sejarah. Bagi Rama Doni, ini adalah perjalanan hati — sebuah upaya mengenal lebih dekat jati diri bangsanya melalui warisan leluhur yang masih lestari.

Rumah Bari Depati Abdul Majid, dengan arsitektur khas Melayu dan ukiran kayu yang masih terjaga rapi, menjadi saksi bisu kejayaan masa pemerintahan adat Banyuasin. Di dalamnya tersimpan koleksi benda bersejarah seperti guci keramik, senjata tradisional, tongkat pesirah, hingga peci asli milik sang Depati — semua dirawat penuh cinta oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Banyuasin.

Dalam kunjungan itu, Rama Doni didampingi oleh Hanif, edukator dari dinas terkait, serta dua kurator rumah adat, Rasyid dan Aris. Mereka menuturkan sejarah panjang Depati Abdul Majid yang dikenal sebagai tokoh adat disegani serta penjaga nilai-nilai kemelayuan di tanah Banyuasin.

“Saya sangat mengapresiasi pihak kebudayaan Banyuasin yang terus menjaga dan merawat rumah ini. Melihat langsung koleksi pusaka seperti guci, tongkat, dan kopiah milik Depati Abdul Majid memberi pengalaman berharga tentang sejarah daerah,” ujar Rama Doni dengan penuh rasa kagum.

Sementara itu, Aris, salah satu kurator Rumah Bari, menuturkan bahwa rumah adat ini kini difungsikan pula sebagai sarana edukatif bagi pelajar dan masyarakat. “Kami terbuka untuk kunjungan pelajar dan komunitas agar warisan budaya ini tetap hidup dan dikenal generasi muda,” katanya.

Namun, di balik keelokan dan nilai historisnya, Rumah Bari kini menghadapi tantangan waktu. Beberapa bagian bangunan mulai lapuk dimakan usia. Rama Doni pun berharap agar pemerintah daerah memberi perhatian lebih melalui program pemugaran dan pelestarian.

“Bangunan ini bukan sekadar kayu dan paku, tapi simbol peradaban dan identitas Banyuasin. Sudah sepatutnya kita rawat agar tetap kokoh bagi generasi mendatang,” tuturnya.

Dengan semangat itu, langkah Rama Doni hari itu menjadi lebih dari sekadar kunjungan budaya — ia seolah mengetuk hati banyak orang untuk kembali menoleh pada sejarah, menghidupkan kembali kisah para pendahulu, dan menjaga nyala warisan yang tak ternilai di bumi Banyuasin. (PAP/is) 



Tidak ada komentar