Dari Madura ke Grahadi: Akhmad Munir dan Makna Pengorbanan di Balik Lencana Jer Basuki Mawa Beya
Keterangan Gambar:
Gubernur Jawa Timur menyematkan Lencana Kehormatan “Jer Basuki Mawa Beya” kepada Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, pada puncak peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Minggu (12/10/2025). Momen hangat ini menandai perjalanan panjang seorang jurnalis Madura yang mengabdi untuk kebenaran dan kemajuan bangsa. (Foto: Dokumentasi PWI Pusat)
SURABAYA – Di bawah cahaya lembut lampu Grahadi yang menembus tirai malam Surabaya, langkah seorang jurnalis sederhana dari Madura berhenti sejenak di depan podium. Di dadanya, tersemat sebutir lencana berkilau—“Jer Basuki Mawa Beya”, tanda kehormatan tertinggi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Namanya Akhmad Munir.
Bagi sebagian orang, ia dikenal sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan Direktur Utama LKBN Antara. Namun bagi rekan-rekan seprofesinya, ia lebih dari sekadar pemimpin: ia simbol ketekunan, ketulusan, dan dedikasi yang tumbuh dari tanah Madura hingga ke panggung nasional.
Penghargaan yang diserahkan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, pada puncak Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur, bukan hanya bentuk apresiasi. Ia adalah penegasan bahwa kerja-kerja jurnalistik yang jujur dan penuh integritas mampu memberi dampak nyata bagi kemajuan bangsa.
“Lencana Jer Basuki Mawa Beya diberikan kepada tokoh yang berkontribusi besar bagi Jawa Timur, baik dalam bidang sosial, budaya, maupun komunikasi publik. Pemerintah menilai Bapak Akhmad Munir sebagai figur pers nasional yang mengharumkan nama daerah,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Adhy Karyono, mewakili Gubernur.
Cak Munir—begitu ia akrab disapa—menerima penghargaan itu dengan mata yang berkilat tenang.
“Lencana ini saya persembahkan untuk seluruh insan pers Indonesia. Mereka yang terus menjaga marwah jurnalistik dengan keberanian dan integritas,” ujarnya lirih, usai menerima penghargaan.
Bagi Cak Munir, semboyan Jer Basuki Mawa Beya bukan sekadar untaian kata, melainkan filosofi hidup: bahwa setiap keberhasilan menuntut pengorbanan. “Pers harus terus berjuang menegakkan kebenaran dan menjaga nalar publik. Kemajuan bangsa tak mungkin lahir tanpa dedikasi,” katanya.
Lahir di Sumenep, menempuh pendidikan di Universitas Negeri Jember, dan meniti karier dari wartawan muda di Suara Akbar Jember, Cak Munir adalah bukti nyata bahwa kerja keras dan kejujuran tetap menjadi jalan menuju kehormatan.
Kini, di balik lencana emas itu, ada cerita panjang seorang jurnalis yang percaya bahwa tinta dan pengorbanan bisa menyalakan cahaya untuk negeri. (Siaran Pers PWI Pusat)

Tidak ada komentar