Breaking News

LBH Ansor Laporkan Direksi PDAM Tirta Karajae: Membuka Tabir Dugaan Pelanggaran di Balik Air Kota Parepare


Keterangan Foto:

Advokat LBH GP Ansor Kota Parepare, Rusdianto S, S.H., M.H. (tengah) saat menyerahkan berkas laporan dugaan tindak pidana ketenagakerjaan terhadap Direksi PDAM Tirta Karajae kepada penyidik di Satreskrimsus Polres Parepare, didampingi dua mantan pegawai PDAM, Umar dan Syamsuddin, serta perwakilan LBH GP Ansor lainnya, Kamis (7/11/2025).


PAREPARE, SULSEL — Di balik aliran air yang setiap hari menghidupi ribuan rumah tangga di Kota Parepare, tersimpan kisah getir dua mantan pegawai PDAM Tirta Karajae yang kini menuntut hak mereka. Setelah puluhan tahun mengabdi, Umar (56) dan Syamsuddin (56) justru harus menempuh jalur hukum demi mendapatkan pesangon dan penghargaan masa kerja yang semestinya menjadi hak mereka.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor Kota Parepare pun turun tangan. Melalui kuasa hukumnya, Rusdianto S, S.H., M.H., LBH GP Ansor secara resmi melaporkan Direktur Perumda Air Minum Tirta Karajae ke Satuan Reserse Kriminal Khusus (Satreskrimsus) Polres Parepare, atas dugaan tindak pidana ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Rusdianto menjelaskan, laporan tersebut berangkat dari penerbitan Peraturan Direktur Nomor 18/PER-PAM-TK/III/2025, yang secara substantif meniadakan hak pesangon bagi karyawan yang memasuki masa pensiun. “Peraturan itu keluar tepat sebelum klien kami pensiun, dan substansinya jelas menghapus hak pesangon. Ini bukan hanya pelanggaran hukum ketenagakerjaan, tetapi juga penyalahgunaan wewenang administratif,” ujarnya tegas.

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak sekadar melanggar aturan administratif, melainkan mengandung indikasi kuat tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 96A, 96B, dan 96C Undang-Undang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun dan denda mencapai Rp5 miliar.

Lebih jauh, LBH GP Ansor menilai bahwa persoalan ini hanyalah puncak gunung es dari berbagai dugaan penyimpangan di tubuh PDAM Tirta Karajae. “Laporan kami bukan sekadar membela hak pekerja, tapi menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk membongkar berbagai bentuk dugaan pelanggaran lain di PDAM — mulai dari penyalahgunaan wewenang hingga indikasi korupsi dan penyimpangan keuangan,” tambah Rusdianto.

Ia menyinggung pula hasil temuan Inspektorat Kota Parepare yang berulang kali menemukan kejanggalan di PDAM, baik di masa kepemimpinan Iwan Assad maupun E.W. Ariyadi selaku Kepala Inspektorat. Namun, temuan-temuan tersebut tak kunjung ditindaklanjuti secara hukum. “Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap BUMD. Kami berharap laporan ini menjadi momentum untuk membuka kembali penyelidikan menyeluruh terhadap tata kelola keuangan PDAM,” ujarnya.

Tak berhenti di situ, LBH GP Ansor juga menyoroti cacat hukum dalam pengangkatan kembali Direktur PDAM melalui SK Wali Kota Parepare Nomor 807 Tahun 2024, yang belakangan dicabut dengan SK Wali Kota Nomor 656 Tahun 2025. Dengan demikian, segala kebijakan yang diterbitkan oleh pejabat yang diangkat berdasarkan SK cacat hukum tersebut dinilai tidak sah dan batal demi hukum.

Rusdianto menegaskan, LBH GP Ansor akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk bila nantinya ditemukan unsur tindak pidana lain seperti korupsi, maladministrasi, atau penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan daerah.

“Kami percaya Polres Parepare dan instansi penegak hukum lainnya akan bekerja profesional dan transparan. Tidak boleh ada lagi ruang gelap bagi praktik penyalahgunaan wewenang di tubuh BUMD,” tutupnya dengan nada optimis. (*/Red) 




Tidak ada komentar