Breaking News

Hakim MK Prof. Enny Nurbaningsih Berikan Kuliah Umum di UNES Padang



Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., tengah memberikan kuliah umum di UNES secara Virtual Jum'at, 27 Agustus 2021.


Palapainfo.com, Padang --  Hakim Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H, M.Hum., berikan Kuliah Umum “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia” kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) dan Universitas Ekasakti (UNES), Jum’at, 27 Agustus 2021 di Gedung Rektorat UNES Padang, Jl. Veteran No. 26B, Purus, Kec. Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat. 

Nara Sumber dalam Kuliah Umum ini, Hakim MK Prof. DR. Enny Nurbaningsih, S.H, M.Hum dan Rektor UNES Padang Dr. Otong Rosadi, S.H, M.Hum dan Moderator Prof. Dr. Dra. Hj. Darmini  Roza, S.H, M.Hum. 

Kegiatan ini dilaksanakan secara virtual dibuka secara resmi oleh Rektor UNES diwakili Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Dr. H. Agussalim, S.E., M.S.,  Dihadiri Ketua Senat Unes, para Wakil Rektor, para Dekan, Direktur AAI dan virtual peserta Kuliah Umum.

Kuliah Umum dengan tema “Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia” ini, sangat penting terutama dalam rangka menghadapi tantangan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukumnya dewasa ini. Secara umum sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia mau tidak mau, suka tidak suka, bersama dengan seluruh warga dunia dihadapkan pada Pandemi Covid 19. 

Banyak hal yang berubah karena pandemic ini, kata Rektor, mekanisme berkehidupan ketatanegaraan juga berubah, Sidang DPR, DPD, MPR yang dilakukan dengan luring dan daring (campuran) Sidang Mahkamah Agung juga dengan e-court dan demikian halnya dengan Sidang Pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi.

Di sisi lain juga dunia berubah cepat, disrupsi terjadi di banyak dimensi kehidupan, termasuk disrupsi di bidang Pendididkan dan tata kelola Perguruan Tinggi. Bagi kita kalangan Perguruan Tinggi tantangan di hadapan kita itu haruslah makin memantapkan langkah dan upaya untuk menyiapkan alumnus Perguruan Tinggi yang mempunyai kualifikasi kompetensi sesuai degan standard yang dibutuhkan oleh dunia kerja di era global. Karenanya standard kualifikasi kompetensi alumni harus segera dibuat dan menjadi acuan bagi peningkatan mutu lulusan Perguruan Tinggi kita. Selain itu tentu saja kita juga harus menyiapkan model pengajaran yang sesuai dengan masa pandemi dan setelah dengan menyiapkan Kelas Digital.

Dikatakan, Pandemi Covid 19 mengajarkan kepada kita perguruan tinggi, tidak terkecuali juga bagi ilmu hukum dituntut untuk bersiap menghadapi keniscayaan persaingan global ini di satu sisi dan kebutuhan pengembangan sistem hukum nasional di sisi lain. Isu-isu terbaru soal apakah kita perlu kembali mempunyai Garis Garis Besar Haluan Negara dengan nama Pokok Pokok Haluan Negara, reorganisasi kelembagaan Negara, pengaturan hubungan Pusat dan Daerah. Pengaturan kewargarnegaraan di era global, demokrasi kepartaian dan keparlemenan, soal UU Cipta Kerja dengan model 0mnibus Law, soal Perlindungan Warga Negara Indonesia di luar Negeri, soal penyelenggaraan  pemilu dan Pilkada, hingga upaya pemberantasan korupsi merupakan  sederet isu aktual di bidang hukum dewasa ini.      

Mahkamah Konstitusi tentu saja terkait dengan isu-isu ini karena kewenangan Mahkamah Konstitusi yang melakukan pengujian Undang Undang / Perpu terhadap Undang Undang Dasar, kedua karena Mahkamah juga berwenang menyelesaikan gugatan perselisihan hasil pemilihan Kepala Daerah.

Rektor UNES menyampaikan Apresiasi kepada Fakultas Hukum yang secara intern menyelenggarakan Kuliah Tamu, Kajian Hukum Aktual, ini penting artinya karena selain tantangan globalisasi dan kebutuhan pembaharuan hukum nasional yang tentu saja harus dijawab oleh kalangan Perguruan Tinggi, juga karena pendididkan hukum mempunyai tantangan internal pada perkembangan dewasa ini.

Dalam Kuliah Umum itu,  Prof. Dr.  Enny Nurbaningsih, S.H, M.Hum menjelaskan, Constitusional Court pertama, Mahkamah Konstitusi pertama didirikan di Austria pada tahun 1920 atas jasa Hans Kelsen yang dipercaya untuk menyusun konstitusi Republik Austria yang baru (1919).

Sebagai lembaga peradilan khusus untuk menjamin agar konstitusi  sebagai hukum yang paling tinggi  dapat ditegakkan dalam praktik. 

Mengikuti jejak dan contoh yang diprakarsai oleh Austria ini, beberapa Negara pada kurun waktu sebelum terjadinya perang dunia ke 2.  juga mengadopsi ide pembentukan Mahkamah Konstitusi untuk melaksanakan fungsi pengujian konstitusionalitas negara-negara yang mengikuti pola atau model Austria ini antara lain Cekoslavia (1920) Lichtenstein (1827), Mesir (1941),  Irlandia (1937 dan Spanyol (1931).

Selain itu, dijelaskan tentang Pemikiran Lahirnya Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Prinsip-prinsip Konstitusi (Pasca Amandemen), Lembaga-Lembaga dalam sistem Ketetanegaraan setelah perubahan UUD 1945, Landasan Teoritis Pembentukan Mahkamah Konstitusi, Persyaratan Hakim Konstitusi, Wewenang dan Fungsi MK. Bentuk-bentuk Kedaulatan Negara Pasal 1 UUD l945 sebelum perubahan dan setelah Perubahan dan Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 UUD 1945. Serta Pemilu serentak tahun 2024.

Rektor UNES Dr. Otong Rozadi, S.H, M.Hum  mengatakan, penyelesaian sengketa hasil Pilkada di Mahkamah konstitusional pertama dari sisi  konstitusi, Mahkamah Konstitusi menerima sengketa hasil Pemilu, Pilkada ini sebetulnya melanjutkan konstitusional, tapi jangan salah paham dalam arti, MK sendiri telah mengatakan bahwa kewenangan untuk menguji peningkatan hasil ini di MK, tapi nanti dibuat Peradilan Khusus yang menangani sengketa hasil. MK telah sibuk dengan hal-hal yang mendasar pengujian Undang Undang Pilkada.
Keputusan MK mengatakan, itu harus segera, tapi Undang Undang yang dibuat Pemerintah dan DPR sendiri, kemudian menyebut dalam salah satu pasalnya sampai November 2024, 6 bulan sebelumnya, karena segera terbentuk Badan Peradilan Khusus yang menangani sengketa Pemilu dan Pilkada ini. Jadi sampai sekarang belum ada.

Dari Sisi Konstitusional pengujian hak Paslon (Pasangan Calon) siapapun urutan dua, tiga dan seterusnya mempunyai hak untuk mengajukan sengketa hasil terhadap sengketa hasil itu. Sebagai hak konstitusi tentu hak mereka untuk melakukan uji itu bahwa keputusan KPU tentang penetapan hasil ini. Dalam praktek memang banyak Pilkada dan Pemilu Legislatif, selisih hasil pemilu ini kita saksikan, akhir membuka ruang ruang kemungkinan satu, dua diterima permohonannya. Ketika ada peluang  untuk ini ada pasal yang mengatur selisihnya tidak boleh lebih untuk jumlah penduduk tertentu tidak boleh lebih dari 2% selisih perolehan secara suaranya 1,5% atau 1%. Oleh MK sendiri setelah ada Peraturan Mahkamah No.6 yang mengatur tata cara persidangan ternyata dalam prakteknya Mahkamah Agung membuka peluang walaupun selisihnya lebih dari 2% karena yang diuji Makamah tidak meluluhkan soal berapa jumlah selisih bedanya, tapi yang diuji faktor-faktor penyebabnya, perbedaan perolehan suara juga diuji. Ini membuka peluang, bagi saya pengujian atau sidang Mahkamah Agung itu patut diapresiasi karena tidak satu sisi, tetapi juga pembelajaran bagi kita semua, KPU dan jajarannya, Bawaslu dan jajarannya sampai ke bawah bagi Paslon menyiapkan bukti-bukti nanti di persidangan, apa yang didalilkan oleh pemohon dan bisa kita saksikan sebagai pembelajaran kita dan wawasan, Demokrasi menuju Pemilu bermartabat.

Selesai Kuliah Umum dilanjutkan dengan penyerahan cendera mata dari UNES diserahkan oleh Rektor kepada Y M Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S H., M.Hum.

Dari Gedung Rektorat UNES Padang, Jl. Veteran No. 26B, Purus, Kec. Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, Ka Humas UNES-AAI Padang, H. Syarifuddin, S.E., M.Hum., memberitakan. (ibnu sultan) 


Tidak ada komentar