Bara di Balik Gedung Rakyat: Polda Sulsel Ungkap 32 Tersangka Pembakar Kantor DPRD
Keterangan Gambar:
Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol. Didik Supranoto, S.I.K., M.H., saat memberikan keterangan pers di Mapolda Sulsel, Senin (8/9/2025).
Dalam konferensi tersebut, Didik menyampaikan perkembangan penanganan kasus kerusuhan yang berujung pada pembakaran Kantor DPRD Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar, dengan total 32 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. (Foto: Dokumentasi Humas Polda Sulsel)
MAKASSAR, SULAWESI SELATAN - Langit Makassar sore itu berwarna kelabu, diselimuti asap pekat yang mengepul dari jantung kota. Suara sirene meraung, kaca pecah berhamburan, dan lidah api menjilat dinding gedung yang selama ini berdiri sebagai simbol aspirasi rakyat: Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan DPRD Kota Makassar.
Peristiwa itu bukan sekadar kobaran api. Ia menyisakan luka—bukan hanya pada beton dan dinding gedung, tetapi juga pada rasa percaya masyarakat terhadap semangat demokrasi yang seharusnya hidup di dalamnya.
Kini, berbulan-bulan setelah insiden memilukan itu, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) perlahan menyingkap lapisan demi lapisan peristiwa. Setiap penyelidikan membawa kepingan baru menuju kebenaran.
Senin, 8 September 2025, di ruang konferensi pers Polda Sulsel, Kabid Humas Kombes Pol. Didik Supranoto menegaskan hasil kerja keras penyidik yang telah berlangsung intensif sejak kejadian tersebut.
Dengan nada tenang namun tegas, ia menyampaikan bahwa sebanyak 32 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus pembakaran itu.
“Dari jumlah tersebut, 14 orang merupakan pelaku pembakaran Kantor DPRD Provinsi Sulsel dan 18 orang lainnya terkait dengan pembakaran Kantor DPRD Kota Makassar,” ujar Didik di hadapan awak media.
Menurutnya, kasus pembakaran Kantor DPRD Provinsi ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulsel, sedangkan peristiwa di Kantor DPRD Kota Makassar menjadi kewenangan Polrestabes Makassar.
Dua Lokasi, Satu Gelombang Amarah
Di antara nama-nama yang kini menjadi tersangka, ada wajah-wajah muda yang seharusnya tengah menata masa depan. Dari 14 pelaku pembakaran Kantor DPRD Provinsi Sulsel, 13 di antaranya adalah orang dewasa dan 1 masih di bawah umur. Begitu pula dengan kasus di DPRD Kota Makassar, di mana 4 dari 18 pelaku juga anak-anak muda yang terseret dalam pusaran aksi anarkis.
Bagi polisi, fakta ini menjadi catatan serius. Di balik tindakan hukum yang tegas, ada realitas sosial yang menggugah: mengapa generasi muda mudah terprovokasi hingga rela menyalakan api di rumah rakyatnya sendiri?
Penyidik memastikan, setiap pelaku akan dijerat dengan pasal sesuai perbuatannya. Untuk kasus di Kantor DPRD Provinsi Sulsel, para tersangka dikenai Pasal 187 KUHP tentang Pembakaran, Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan Bersama, Pasal 406 KUHP tentang Perusakan, serta Pasal 64 KUHP tentang Pemberatan Pidana.
Sementara itu, pelaku di Kantor DPRD Kota Makassar dijerat dengan pasal serupa namun dengan tambahan yang lebih berat: Pasal 363 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan, Pasal 480 KUHP tentang Penadahan, serta Pasal 45a ayat (2) UU ITE terkait ujaran kebencian di media sosial.
“Penyidikan masih terus berlanjut untuk mendalami kemungkinan adanya pelaku lain. Kami tidak akan berhenti sampai semua yang terlibat terungkap,” kata Kombes Didik menegaskan.
Langkah Hukum dan Seruan Damai
Polda Sulsel memastikan proses hukum akan dijalankan secara profesional, transparan, dan berkeadilan. Setiap barang bukti telah dikumpulkan dengan cermat, mulai dari rekaman CCTV, dokumentasi media sosial, hingga hasil olah TKP yang dilakukan tim forensik kepolisian.
Namun di balik kerja keras penyidik, aparat juga menyerukan pesan damai. Polisi mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga keamanan dan ketertiban, menghindari provokasi, serta memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokrasi.
“Kami mengimbau seluruh elemen masyarakat agar tidak mudah terhasut oleh informasi yang tidak benar. Mari kita jaga Makassar tetap aman dan kondusif,” tutur Didik.
Di Balik Puing dan Abu
Kini, puing-puing gedung rakyat itu memang mulai dibersihkan. Cat baru akan menutupi dinding yang hangus, namun jejak luka di hati masyarakat belum sepenuhnya hilang.
Warga yang melintas di depan gedung DPRD sering masih berhenti sejenak, menatap sisa-sisa kerusakan yang menjadi pengingat: betapa rapuhnya tatanan ketika emosi mengalahkan akal sehat.
Kasus ini bukan sekadar tentang hukum dan pelaku. Ia adalah cermin—tentang kemarahan yang kehilangan arah, tentang suara rakyat yang seharusnya disalurkan lewat dialog, bukan bara.
Dan ketika malam kembali turun di kota yang tak pernah benar-benar tidur itu, ada satu harapan yang tetap menyala: bahwa dari abu yang tersisa, Makassar akan bangkit kembali—lebih dewasa, lebih damai, dan lebih bijak dalam menyuarakan aspirasinya.

Tidak ada komentar